Tanggal 7-9 Februari 2014 kemaren
saya berkunjung ke Swedia. Diundang sepupu yang menikah di sana. Orangtuanya
masih WNI tetapi anak-anaknya sudah jadi warganegara sana, plus sepupu saya ini
dapat jodohnya sama wanita bule asli Swedia. Jadilah saya+suami hari Jum’at
sore terbang dari Eindhoven Airport dengan maskapai Ryan Air menuju Stavska
Airport, sesampainya di sana disambut hujan saljuuu…. Perjalanan kami dilanjutkan
dengan bis keren ke ‘cityterminalen’ di pusat kota Stockholm. Dari situ bibi
dan om saya menjemput dan sampailah kami di Huddinge, kota kecil agak di luar
Stockholm. Yang paling bikin saya senang
adalah selain ini kali pertama menginjakkan kaki di Swedia, pertama kali juga
saya melihat salju! Yap…. Soalnya di Belanda tahun ini ga turun salju cuma
dapet dinginnya aja so…yeah finally saya bisa merasakan pegang salju hehe….
Besoknya kami cuma sempet
jalan-jalan area centrum Huddinge yang sepi. Dinginnya sama dengan Rotterdam,
bedanya Belanda itu memang anginnya kenceng. Pengennya ke Stockholm tapi
waktunya mepet karena harus siap-siap menghadiri acara perkawinan sepupu
sorenya. Btw, heater di Swedia itu mirip AC, tentu yang keluar udara hangat.
Kalo di Belanda belum nemu heater model begini. Model rumah di Swedia juga agak
berbeda. Di sini dapur dan living room ada di lantai dua, sedangkan di Belanda
selalu di lantai pertama.
But anyway, inti tulisan ini kan
tentang perkawinan ala bule Swedia ya. Jadi saya cuma mau cerita pengalaman
saya waktu menghadiri acara perkawinan yang begitu berbeda dengan identitas
saya sebagai orang Indonesia dan muslim. Ga ada maksud apa-apa hanya
menunjukkan betapa berbedanya kami dengan mereka. Hanya menceritakan pengalaman
saya menghadiri acara yang ‘Swedia banget’. Ini fungsi toleransi yang harus ada
di antara kita. Kata Ust. Felix Siauw, toleransi itu menghormati tetapi tidak
mengikuti. Setuju… Nah, sepupu saya ini bukan muslim. Jadi pasangan mempelai
menyelenggarakan upacara perkawinan ala Jewish kemudian diteruskan dengan
resepsi di tempat yang sama. Acaranya diatur dengan resmi, jumlah tamu undangan
sekitar 100 orang (ini termasuk besar untuk ukuran bule), seated formal dinner
(tempat tamu duduk dan meja ditentukan) dan para cowo harus pake kostum
‘smoking jas’ ala James Bond.
Punya bisnis WO di sono
dipastikan ga bakalan laku karena yg bantu organize acara wedding adalah
teman-teman terdekat, termasuk fotografer. Waktu acara sepupuku dia sewa suatu tempat
di Stockholm, namanya Winterviken berupa gedung tua dua lantai. Di sana ada café
juga. Acara weddingnya di lantai atas dan di bawah untuk lobby, ruang disko,
kitchen dan tempat buat gantungin jas/mantel winter. Suasananya romantis dengan
penerangan temaram. Ruangan dibagi menjadi altar tempat upacara beserta
kursi-kursi untuk keluarga dan undangan (nanti altar ini digunakan sebagai
tempat foto pengantin beserta undangan), area dinner di mana terdapat meja-meja
bundar diisi 6 orang undangan. Di masing-masing meja sudah terdapat souvenir
beserta nama tamu untuk menandakan di mana ia duduk. Bagian belakang ruangan
dekat pintu masuk dipakai sebagai area dansa diiringi band live. Untuk makanan
sepupu order sama perusahaan catering yang full-serviced. Katanya sih chef-nya
beken gitu…
Acaranya dimulai pukul 17.00,
tamu yang datang isi buku tamu dan simpan ‘angpau’/bunga/kado yang dibawa di
meja tamu kemudian duduk di area depan altar untuk menyaksikan upacara
perkawinan. Setelah semua tamu hadir (pria dengan kostum smoking, wanita dengan
dress yang rata-rata mini dan terbuka, kecuali saya yang berhijab sendiri hehe…tapi
pada cuek ko dan sempet ngobrol dengan beberapa tamu), pasangan pengantin
memasuki ruangan didahului dua cewek mungil yang jalan sambil bawa keranjang
isi kelopak bunga untuk ditabur sepanjang jalan menuju altar. Waktu pengantin
mendekati area tempat duduk undangan kita semua berdiri menyambut. Dan upacara
pun dimulai. Dari awal ampe acara selesai semua full pake Bahasa Swedia so saya
ga ngerti mereka ngomong apaan. Cuma bisa memperhatikan dan senyum-senyum saja
heuheu…
Upacaranya sendiri lumayan lama.
Saya memang tidak menanyakan perkawinannya secara agama apa tetapi karena saya
melihat simbol jewish di altar so kayaknya ini upacaranya ala jewish gitu.
Pendetanya perempuan dan dia kasih semacam wejangan panjang lebar dan
menyelipkan beberapa kali humor (soalnya tamu pada ketawa beberapa kali).
Diselingi dengerin musik dari keyboard, pasang cincin yang dipegang bestman dan
bride’s maid, dan setelah selesai ada
sedikit adat Indonesia dengan saling menyuapi Nasi Tumpeng hihihi…. Pendeta
kemudian menyatakan mereka sah sebagai suami-istri, disuruh ciuman diiringi
tepuk tangan dan sorak para undangan. Pasangan pengantin baru kemudian keluar
ruangan dan tamu kembali berdiri sampai mereka hilang dari pandangan.
Nah, si Toast of Ceremony (TC aka
MC kalo di Indonesia) kasih pengumuman tamu dipersilahkan nunggu di area lobby
bawah sambil nunggu waktu resepsi. Di lobby bawah udah tersedia cemilan keripik
kentang semacam ‘chitato’ dan ‘chiki’ keju (jiahh…) plus para waiter yang
bagi-bagi champagne (sepertinya ya…ga tau sih yang pasti beralkohol) dan para
tamu mulai ber-toast ria kecuali saya dan suami…ya mana mungkinlah kita ikutan
minum. Kita akhirnya request orange juice sama air putih biasa sama waiter…amaann…
O ya sambil tamu ngobrol dan minum, pasangan pengantin ikutan gabung dan mingle
dengan para tamu. Keliling dan ngobrol dengan semua orang jadi di situ kita
bisa kasih ucapan selamat dan foto-foto. Beberapa kali si TC ngajak toast
bareng dan kasih beberapa speech gitu deh. Dan di situ saya dikenalin sama
istri baru sepupu dan keluarganya dan beberapa kenalan om yang juga orang
Indonesia dan udah lama tinggal di Swedia.
Abis itu kita semua disuruh naik
lagi ke atas karena resepsi udah mau dimulai. Meja mana dan kursi mana udah
diatur sama panitia, tinggal cari nama aja di meja mana. Masing-masing meja
dikasih nama pulau-pulau di Indonesia. Saya dan suami kebagian duduk di meja
‘Sumba’ sama 2 pasangan Indonesia lainnya. Jadi meja saya rame sama percakapan
dalam Bahasa Indonesia, giliran suami mati kutu karena ga ngerti hihi… Kalo
pasangan pengantin duduknya di sisi tembok kiri dengan meja panjang, duduk di
kanan dan kirinya adalah orangtua masing-masing plus keluarga terdekat. Dan
dinner pun dimulai mulai dari appetizer, main course dan dessert yang disajikan
oleh waiter beserta wine (saya dan suami tentu pilih minuman non-alkohol). Di
sela-sela makan si TC bolak-balik ke semacam mimbar kecil untuk mengundang
orang terdekat mempelai untuk kasih speech. Yang saya inget yang kasih speech
adalah ayah mempelai wanita, saudara laki-lakinya, ortu mempelai pria, adiknya,
sahabat masa kecil, mempelai pria…umm siapa lagi ya? Sekitar 8 orang deh.
Kayaknya ini saat-saat emosional buat pasangan pengantin. Masing-masing speech
diakhiri dengan wine toast sambil teriak ‘skool’. Acara makan juga diselingi
performance dari ponakan mempelai wanita yang nyanyi diiringi piano dan yang
istimewa ada Tari Topeng khas Indonesia.
Kebiasaan Swedia lainnya kalau
acara udah mulai agak sepi atau garing mereka pukul-pukul gelas pake sendok.
Tandanya pasangan pengantin harus berciuman. Dan sepanjang acara mungkin ada
sekitar 3 kali si TC kasih kesempatan pada semua orang yang hadir untuk ke
toilet, maklum banyak minum heuheu…. Nah, kalau pas pengantin pria lagi ke
toilet tamu-tamu pria bakal antri untuk nge-sun pengantin wanita dan
sebaliknya. Trus ada sesi potong kue pengantin juga. Tapi sesi lempar buket
bunga trus diperebutkan single ladies engga ada karena di Swedia buket bunga
pengantin disimpan aja. Setelah makan
beres, ada penyanyi yang nyanyi lagu romantis diiringi band trus pengantin
melakukan ‘first dance’ diikuti tamu yang hobi dansa-dansa. Band-nya oke, btw. Kalo
udah begini sih acara resepsi udah mau berakhir, ada acara foto-foto trus
tamu-tamu pada ke lantai bawah buat nerusin pesta sambil disko, sebagian ada
yang pulang juga. Selesai deh…beda banget ya sama nikahan Indonesia. Beres
sekitar jam 00.00 kecuali yang ikut disko mereka kayaknya ampe jam 02.00 karena
sewa tempatnya berakhir jam segitu.
Besok siangnya kami terbang lagi
ke Belanda. Kali ini dengan maskapai baru Norwegian Air dari Arlanda Airport ke
Schiphol. Ga sempet jalan-jalan di Stockholm sih, ntar deh kalo cuacanya udah
bagus hehe…spring atau summer kali ya. Pengen ke istana, kota tua, museum
Viking dan nyebrang ke Finlandia pake boat. Wow, see you Sweden…
mantap pengalamannya Mba.
ReplyDeletehanya butuh koreksi dikit mengenai penyebutan pendeta utk agamawan yahudi adalah rabbi, karena pendeta sebutan bagi agamawan nasrani yg mana terjadi pergeseran sebutan, dari kata panditto pada zaman dahulu uyk agamawan hindu/ buddha.
kalau bagi agamawan islam adalah ustad/ustadzah.
nice experience teh. so simple wedding i think, nggak kayak di kita ya...heu..heu...to much people...
ReplyDelete