Note.
Ini artikel lama saya yang pernah saya submit untuk Antologi-nya mba Trinity
Traveler (Naked Traveler) tapi rupanya tidak ada kelanjutan. Akhirnya saya
submit mailing listnya Naked Traveler dan satu lagi yaitu Jalan Sutra. Sekarang
saya posting di blog pribadi saya supaya lebih banyak reader yang bisa
mengambil manfaat dari tulisan saya terutama yang hendak Umrah. Banyak anugerah yang saya dapat setelah ber-Umrah...alhamdulillah Allah SWT mengabulkan doa yang saya panjatkan di tempat paling mustajab di dunia... Untuk foto lainnya silahkan cek di blog ini dengan label "Travel/Islam"
Bulan
Februari 2012 kemarin saya melaksanakan Umrah dengan mendatangi negara Saudi
Arabia beserta 42 orang lainnya dalam rombongan. Kebetulan beberapa bulan
sebelumnya ketika browsing di internet saya menemukan biro perjalanan yang melayani
Umrah dengan paket hemat selama 9 hari, bedanya sih cuma di hotel. Kalau yang
harga normal (dan lumayan mahal buat saya..hehe..) menginap di hotel bintang 4
atau 5 dan jaraknya dekat dengan Masjidil Haram, nah…dengan Umrah PaHe ini kami
menginap di hotel bintang 3 dengan jarak sekitar 300-an meter ke Masjidil
Haram. No probs at all! Toh fasilitas lainnya sama : visa, transportasi pesawat
kelas ekonomi, bis AC selama perjalanan di Madinah-Mekah-Jeddah, makan
prasmanan menu Indonesia 3x sehari, pembimbing, city tour ke tempat-tempat
bersejarah dan perlengkapan ibadah. Hotel yang rada bagusan cuma sehari pas di Jeddah saja tapi di Mekah dan Madinah juga ga bisa dibilang jelek ko.
Selama
saya di sana bisa dibilang tidak mengalami kejadian yang tidak mengenakkan,
yang ada bawaannya senang terusss… Kondisi musim dingin di sana pada bulan
Februari malah terasa sejuk buat saya. Memang sih suasananya penuh dan ramai,
mungkin karena semakin sulit dan lamanya mendapat jatah Haji orang pun
beramai-ramai ber-Umrah dahulu. Akibatnya ada saat-saat dimana kita harus
berjuang supaya tidak terbawa arus di pintu masuk/keluar masjid. Di dalam
masjid pun berebutan deh cari tempat shalat apalagi kalau agak terlambat sudah
dekat ke waktu shalat. Kalau pun kita datang awal dan mendapatkan posisi enak
kadang terpaksa juga harus bergeser karena dipepet jama’ah yang baru datang
dengan ukuran badan 2x orang Indonesia…sabar sabar hehe… Akhirnya sih saya
malah sering diajak kenalan sama orang sebelah dan senang-senang aja dapat
kenalan baru orang yang berasal dari negeri nun jauh di sana. Rupanya sama
seperti kita yang suka amazed melihat bentuk fisik penghuni Timur Tengah yang
wanitanya rata-rata tinggi-putih-cantik, mereka suka memperhatikan juga
orang-orang Indonesia dan Malaysia yang memang mayoritas berseliweran di Nabawi
dan Masjidil Haram selain jama’ah dari Turki. Di Jeddah, nama toko-tokonya
banyak yang berbahasa Indonesia apalagi pedagang-pedagangnya...mahir betul
sampai menggoda saja sudah memakai bahasa… Enaknya berbelanja di Arab bila
persediaan mata uang Real sudah habis Rupiah pun laku dengan patokan Rp.
100.000 = 40 SR.
Untungnya
saya bukan tipe orang yang heboh berbelanja, beli-beli secukupnya saja untuk
oleh-oleh. Menurut pengamatan saya ketika di Madinah ruang kopor banyak terisi
gara-gara belanja kurma dan penganan khas Arab lainnya (serta jewelry dan jam
tangan bermerk bagi yang membawa dana berlebih), lalu di Mekah tempatnya produk
konveksi seperti karpet dan sajadah, sedangkan di Jeddah apalagi kalau bukan
parfum terkenal yang asli dengan harga lumayan murah asal kita pandai menawar.
Letak
hotel yang tidak terlalu dekat dengan masjid menjadikan adanya kesempatan untuk
melihat-lihat suasana kota dari mulai toko serba ada dengan satu harga 2 SR,
kios-kios makanan, pedagang emperan yang selalu dikerubuti para pembeli sampai
pengemis-pengemis kecil yang berteriak-teriak
untuk menarik perhatian pemberi sedekah, hingga memandang terpesona jam
terbesar di dunia di puncak Mecca Clock Tower. Saya sempat sih jajan kebab dan
teh tarik di kios pinggir jalan karena penasaran. Rasanya? Jelas lidah saya
sudah terbiasa dengan taste Indonesia, secara kebab di sana rotinya keras dan
hambar isinya sedikit potongan-potongan ayam dan sayuran yang bercita rasa
asam, teh tariknya pun terasa hambar…duh… Akhirnya saya buat sendiri saja di
hotel minuman teh campur susu. Kalo fastfood-nya lumayan enak tapi porsinya
super banyak, kami pernah diberi konsumsi makan malam dari resto fastfood
berupa 4 potong ayam ukuran besar dan setumpuk kentang goreng untuk porsi 1
orang! Pantas ukuran fisik orang sana besar-besar ya. Kalau mau ngemil mending
masuk supermarket saja, pilihannya banyak harganya pun relatif murah. Saya
paling suka beli beli jus buah yang rasanya segar banget dan kental tidak cair
seperti di sini, atau buah kurma murni bukan olahan sehingga tidak bisa
dijadikan oleh-oleh karena harus disimpan di freezer. Di sana kedai bakso yang
enak juga ada lo, dan laris manis diserbu jama’ah Indonesia!
O
ya, saya pergi kesana sen-di-ri-an…bukan apa-apa memang kebetulan keluarga
tidak ada yang bisa mendampingi, teman pun jadwalnya tidak ada yang
cocok…sementara saya sudah tidak sabar untuk segera menginjakkan kaki di Tanah
Haram. Temen-teman seperjalanan yang semuanya pergi dengan minimal 1 anggota
keluarga terheran-heran melihat saya yang seorang perempuan muda nekat Umrah
sendirian…secara mendatangi Arab gitu loo hehe… Karena negara Arab menerapkan
peraturan perempuan di bawah 45 tahun (apalagi belum menikah) harus didampingi
seorang mahram laki-laki maka saya mendapat “bapak angkat” selama proses
imigrasi masuk dan keluar Arab. Ini penting. Setelah saya pulang ke Indonesia
kembali saya membaca ada 8 perempuan muda Indonesia yang ditahan karena tidak
ada mahramnya (atau lupa diberitahu oleh biro perjalanannya mungkin?)…aduh
kasihan sekali…
No comments:
Post a Comment